Sunday, March 8, 2015

Sejuta Tanya untuk Orangtua

Ahad, 8 Maret 2015

Hari ini salah satu sahabat baikku menikah. Meski tidak terlalu dekat seperti beberapa sahabat perempuanku yang lain (karena yang menikah ini laki-laki), namun hubunganku dengan sahabat laki-laki ini cukup dekat. Sebut saja dia dengan Andri.

Empat tahun yang lalu kami bekerjasama dalam satu departemen, saat itu posisi dia sebagai ketua yang sedang mencari staf. Karena rekomendasi beberapa orang Andri menghubungiku untuk menjadi salah satu stafnya. Di dalam departemen itu, kami pun mempunyai teman-teman yang lain, beberapa dari teman-teman organisasiku sebelumnya, beberapa yang lain adalah teman-teman hasil rekomendasian orang juga. Saat itu tahun 2011, berarti kurang lebih sudah empat tahun kami berteman. Beberapanya kini sudah menikah dan Andrilah salah satunya. 

Dari 13 orang yang aktif dalam departemen kami dulu, sisalah 7 orang yang belum menikah. Sepulang dari acara pernikahan Andri kemarin, kami sisa-sisa 'rempeyek' ini berkumpul di salah satu rumah sahabatku yang lain.  Karena sudah lama tidak kumpul dan saling bertukar kabar, aku menginisiasi untuk kumpul lagi, 

Meski udah lama tidak kumpul bareng ternyata masih sama rempongnya kalau kumpul bareng mereka, sibuk rapat untuk menentukan banyak hal, bahkan sampai mau nonton apa, kita juga masih aja terus rapat. Bahkan kemarin ditengah-tengah acaranya Andri pun kami berenam masih saja rapat untuk menentukan lokasi tempat kumpul. Hahaaa.. Tiada hari tanpa rapat. Tiada undangan tanpa foto-foto kami.

Setelah menonton di rumah salah satu teman, terlibatlah kami dalam pembicaraan tiga hal tentang rencana ke depan, yaitu menikah, karir, dan keuangan. Beberapa dari kami terutama untuk menikah terganjal dengan restu orangtua. Ada yang udah sreg dengan yang ini, tapi ortu nolak, Ada yang udah punya calon, tapi masih terganjal dengan kakak perempuan yang belum nikah, sehingga ortu bilang sabar, tunggu kakakmu dulu. Tapi sampai kapan? 

Di satu sisi aku jadi berpikir, kenapa sih harus ngotot banget ngikutin kata orangtua? Orangtua tau apa tentang isi hati anaknya? Orangtua tau apa tentang perkembangan masa kini yang sepersekian detik sangat jauh dari zamannya muda dulu? 

Meski tak ku pungkiri Ridha Allah ada ketika orangtua Ridha. Tapi kita gak melulu harus mengikuti kehendak orangtua kan? Ketika kita mempunyai alasan pasti dan tau apa yang terbaik yang akan kita jalani, kenapa juga orangtua seakan menjadi penghalang atas apa yang kita harapkan menjadi nyata. 

Toh tujuannya sama-sama baik, orangtua ingin anaknya baik dan si anak pun juga berharap untuk menjadi anak yang baik-baik. Cinta, patuh, hormat tetap ada. Saran pun akan tetap masih dipertimbangkan, tapi kenapa keputusan ya dan tidak dari mereka itu seakan mengganjal?

Hmmm.. Seakan tak menjawab pertanyaan karena ya memang pertanyaan itu baru tersampaikan pada otakku saja. Entah mengapa masih saja berpikir bahwa orangtua sangat penting bagi kehidupan kita, karena yang melahirkan, merawat, mendidik dan membesarkan kita sampai sekarang pastinya orangtua kan, meski banyak dari teman yang dirawat nenek, kakak, om, tante, dan lain sebagainya, tapi intinya mereka tetap orangtua yang harus kita hormati. Tapi bukan mereka yang memutuskan final bagaimana masa depan yang akan kita jalani.

Wallahu'alam...

No comments:

Post a Comment